Dugaan “Color Revolution” di Nepal – Intervensi Asing atau Gerakan Rakyat?

INDODEFENSEREVIEW – KATHMANDU, NEPAL – Sebuah narasi kontroversial muncul di media sosial hari ini, menyusul laporan dari jurnalis investigasi terkemuka Kit Klarenberg yang mengklaim adanya jejak intervensi asing dalam pergolakan politik yang menggulingkan Perdana Menteri Nepal K. P. Sharma Oli pada 9 September 2025. Gambar gedung pemerintahan yang terbakar, diposting oleh Nury Vittachi (@NuryVittachi) di X pada 03:33 UTC (10:33 WIB), menjadi simbol awal dari dugaan “color revolution” di negara Himalaya ini.

Jejak Dana Asing dan Peran NGO

Laporan Klarenberg, yang dipublikasikan di situs webnya dan dibagikan luas di X, mengungkap bahwa 22 organisasi masyarakat sipil yang menandatangani pernyataan mengkritik pemerintah sebelum penggulingan menerima pendanaan dari National Endowment for Democracy (NED) dan Open Society Foundations (OSF), dua lembaga Barat yang sering dikaitkan dengan intervensi politik. “Mayoritas organisasi ini memiliki hubungan finansial dengan sumber-sumber Barat,” tulis Klarenberg, menyoroti peran sentral sebuah NGO bernama Hami Nepal. Hami Nepal, yang sebelumnya tidak terlalu dikenal, diduga memainkan peran kunci dalam mengorganisasi protes melalui platform digital seperti Instagram dan Discord. “Organisasi ini tiba-tiba muncul di garis depan, meskipun tidak memiliki sejarah aktivisme politik yang signifikan,” kata Klarenberg, yang juga menemukan bahwa Hami Nepal menerima dana dari NED, sebuah jaringan yang berbasis di Washington DC dan kerap dikritik sebagai alat pengaruh politik AS.

Kemarahan Rakyat atau Skrip Revolusi?

Meskipun kemarahan rakyat Nepal terhadap pemerintahan Oli diakui nyata—terutama karena isu ekonomi dan hubungan dengan China yang membaik—Klarenberg memperingatkan bahwa kekacauan ini tampaknya telah direncanakan. “Ada indikasi jelas bahwa kekuatan asing telah lama mempersiapkan kekacauan ini,” katanya, mengacu pada pernyataan Federasi Jurnalis Nepal (FNJ) yang didanai NED dan OSF pada 4 September lalu. Protes digambarkan sebagai gerakan “tanpa pemimpin” oleh media Barat, termasuk Nepali Times, yang melaporkan peran Hami Nepal dalam menyebarkan informasi protes. Namun, kehadiran tokoh kontroversial seperti Durga Prasai—yang dipromosikan BBC sebagai pemimpin protes—memicu kecurigaan. Pemilihan pemimpin interim melalui voting online yang diinisiasi Hami Nepal juga memicu pertanyaan tentang legitimasi proses tersebut.

Reaksi Publik dan Peringatan Masa Depan

Tanggapan di X bervariasi. Pengguna seperti @Corvidelle mendukung laporan Klarenberg dan mendorong pembaca mengikuti situs webnya untuk informasi lebih lanjut. Sementara itu, @xander_fero, yang tampaknya paham dinamika lokal, berargumen bahwa banyak penerima dana asing di Nepal hanya memanfaatkannya sebagai sumber pendapatan, bukan tanda kesetiaan. “Barat terlalu sombong menganggap mereka bisa membeli pengaruh di Nepal,” tulisnya. akun @420GHz menambahkan bahwa pola ini—memanfaatkan kemarahan rakyat untuk kepentingan kapital asing—merupakan skrip klasik revolusi berwarna. Klarenberg mengakhiri analisanya dengan peringatan serius. “Vakum politik di Kathmandu saat ini rentan dieksploitasi oleh NED, OSF, dan yayasan Barat lainnya. Sejarah menunjukkan bahwa revolusi semacam ini sering kali menghasilkan pemerintahan yang lebih buruk,” katanya, mengacu pada pola di negara-negara pasca-revolusi lainnya.

Konteks Geopolitik

Analisis ini muncul di tengah ketegangan geopolitik regional, dengan meningkatnya pengaruh China di Asia Selatan yang tampaknya menjadi faktor pendorong intervensi asing. Sementara itu, situs web seperti Gurkha Technology mencatat bahwa gerakan di Nepal menunjukkan evolusi dari model revolusi berwarna tradisional, dengan struktur yang lebih desentralisasi dan digital, menjadikannya lebih sulit dikendalikan atau ditekan.

Hingga saat ini, pemerintah Nepal belum memberikan pernyataan resmi terkait tuduhan ini. Namun, laporan Klarenberg dan diskusi di X telah memicu debat tentang kedaulatan nasional dan peran kekuatan asing. Apakah ini murni gerakan rakyat atau bagian dari agenda geopolitik yang lebih luas, hanya waktu yang akan menjawab. Untuk saat ini, Kathmandu berada di persimpangan yang penuh ketidakpastian.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *