
INDODEFENSEREVIEW – Gelombang protes dan demonstrasi besar-besaran terjadi di Madagaskar pada akhir September 2025, didominasi oleh kelompok Gen Z dan dipicu oleh krisis listrik serta kekurangan air bersih yang sudah kronis. Situasi ini memunculkan kekerasan, penjarahan, dan akhirnya mendorong Presiden Andry Rajoelina membubarkan kabinet pemerintahannya sebagai bentuk respons terhadap tekanan publik dan desakan perubahan.
Gelombang demonstrasi dimulai pada 25 September 2025, diawali protes damai di kawasan Universitas Antananarivo sebelum berkembang menjadi aksi besar yang diikuti ribuan warga muda. Pemadaman listrik selama lebih dari 12 jam per hari serta kelangkaan air minum menjadi pemicu utama kemarahan publik. Ketidakpuasan terhadap pemerintah semakin meluas, didorong kondisi ekonomi yang memburuk dan persepsi lemahnya kinerja eksekutif dalam mengatasi krisis kebutuhan dasar.
Dinamika Demo dan Eskalasi Kekerasan
Aksi protes yang mulanya damai berubah menjadi ricuh ketika aparat keamanan membubarkan massa dengan gas air mata. Banyak demonstrasi diwarnai bentrokan, penjarahan toko, serta pembakaran properti pejabat. Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB melaporkan sedikitnya 22 orang tewas dan lebih dari 100 luka-luka akibat bentrokan, yang sebagian besar terjadi akibat tindakan represif aparat. Pemerintah pun memberlakukan jam malam di ibu kota sebagai upaya meredam kerusuhan.
Karakter Unik Gerakan
Demonstrasi ini secara unik dipimpin oleh Gen Z dan terinspirasi gerakan serupa di Kenya dan Nepal. Atribut simbolik seperti kibaran bendera bajak laut Jolly Roger diadopsi sebagai lambang perlawanan kaum muda, menandakan konektivitas serta solidaritas lintas negara dalam era digital.
Dampak Politik
Krisis ini menjadi ujian kepemimpinan terbesar bagi Presiden Andry Rajoelina sejak terpilih kembali pada 2023 dalam pemilu yang kontroversial. Untuk meredam krisis, Rajoelina memecat seluruh kabinet dan membuka seleksi pemerintah baru, bahkan menerima lamaran terbuka, termasuk melalui email dan LinkedIn. Kebijakan cepat ini dilakukan sebagai sinyal relasi baru dengan rakyat serta upaya dialog terhadap kaum muda.
Analisis Intelijen
Dari sudut pandang intelijen, aksi massa ini didorong oleh akumulasi krisis sosial ekonomi dengan pemicu sesaat berupa pemadaman infrastruktur vital. Keterlibatan Gen Z dengan pola aksi digitalisasi serta peniruan gerakan luar negeri mengindikasikan berkembangnya jejaring sosial lintas batas yang mempermudah koordinasi protes. Reaksi cepat pemerintah menunjukkan keprihatinan terhadap ancaman legitimasi dan stabilitas nasional, sehingga dilakukan langkah dekonstruksi kekuasaan eksekutif. Dalam konteks lebih luas, insiden ini membuat Madagaskar rentan terhadap instabilitas lanjutan dan membuka peluang keterlibatan aktor-aktor luar, baik sebagai perantara dialog maupun sumber tekanan eksternal.
