
INDODEFENSEREVIEW– DOHA, QATAR – Pada 9 September 2025, serangan udara Israel yang menargetkan kompleks residensial di ibu kota Qatar, Doha, mengirimkan gelombang kejut melalui komunitas intelijen global. Operasi ini, yang diduga melibatkan koordinasi tingkat tinggi oleh Mossad dan Angkatan Bersenjata Israel (IDF), bukan sekadar aksi militer spontan, melainkan bagian dari strategi yang lebih luas untuk melemahkan infrastruktur diplomatik Hamas dan mengguncang posisi Qatar sebagai mediator regional. Berikut adalah analisis mendalam berdasarkan data intelijen tersedia dan pola operasi rahasia.
Profil Operasi: “Shadow Strike”
Berdasarkan pernyataan resmi IDF yang dirilis pada 9 September 2025 (BBC, 21:58 UTC), serangan ini melibatkan 15 jet tempur F-35 yang meluncurkan “munisi presisi” ke distrik Leqtaifiya. Sumber intelijen anonim, dikutip oleh Times Now (13 September 2025), menyebut operasi ini sebagai “Shadow Strike,” sebuah kode yang sebelumnya terkait dengan misi Mossad untuk menargetkan aset strategis musuh di luar wilayah konflik langsung.
- Target Utama: Intelijen Israel mengidentifikasi pertemuan rahasia kepemimpinan Hamas, termasuk Khalil al-Hayya, untuk membahas proposal gencatan senjata yang didukung AS. Data sinyal intelijen (SIGINT) dari satelit Ofeq-11 menunjukkan aktivitas komunikasi tinggi menjelang serangan.
- Korban Kolateral: Hamas melaporkan enam korban, termasuk pejabat keamanan Qatar, yang menurut analisis intelijen mungkin sengaja ditargetkan untuk mengirim pesan kepada Doha atas dukungannya terhadap Hamas sejak 2012.
- Pemicu Operasional: Penembakan di Ramot Junction pada 8 September menjadi alasan publik, tetapi laporan intelijen menyarankan ini sebagai dalih untuk menggagalkan negosiasi damai yang dapat menguntungkan Hamas.
Konteks Intelijen dan Geopolitik
Analisis HUMINT (human intelligence) dari sumber di kawasan Teluk menunjukkan bahwa Mossad telah memantau pergerakan Hamas di Qatar selama berbulan-bulan, memanfaatkan jaringan mata-mata lokal dan data dari aliansi intelijen Five Eyes. Qatar, meskipun sekutu AS, tidak memiliki perjanjian pertahanan formal, membuatnya rentan terhadap operasi semacam ini.
- Peran AS: Meskipun PBB dan AS mengutuk serangan ini, ada indikasi bahwa CIA memiliki pengetahuan sebelumnya, meskipun tidak langsung terlibat. Ini konsisten dengan pola operasi intelijen AS yang menghindari jejak langsung di wilayah sekutu.
- Tantangan Qatar: Laporan Carnegie Endowment (diperbarui 2025) mencatat bahwa Qatar kekurangan kemampuan intelijen ofensif untuk mendeteksi ancaman, bergantung pada AS yang kini terlihat ambigu dalam perlindungannya.
Strategi dan Implikasi “Shadow Strike” tampaknya dirancang untuk mencapai tujuan ganda:
- Pelemahan Hamas: Dengan menghilangkan negosiator kunci, Israel bertujuan memutus rantai komando Hamas dan memaksa kelompok ini kembali ke siklus kekerasan, mengurangi tekanan diplomatik.
- Sinyal ke Qatar dan Sekutu: Serangan ini mengirim pesan bahwa bahkan negara netral seperti Qatar tidak kebal dari operasi Israel jika dianggap mendukung musuh.
Reaksi GCC dan Maroko, yang meningkatkan solidaritas dengan Doha, menunjukkan potensi pergeseran aliansi. Sementara itu, data OSINT (open-source intelligence) dari X menunjukkan sentimen anti-Israel yang meningkat, yang dapat dimanfaatkan oleh aktor intelijen Iran untuk operasi balasan.
